Entri Populer

Rabu, 30 Maret 2011

Kakak Beradik Bertubuh Kerdil di Jati Rawang, Padang
Hidup Miskin, Tetap dalam Rasa Syukur

BERTUBUH KERDIL:  Kendati bertubuh keterbatasan Emi Boy (kiri), dan kakaknya Ros
Rumput-rumput di areal pertanian Kelurahan Jati Rawang, Padang Timur, Kota Padang mulai dibasahi gerimis yang baru turun (29/3). Sementara itu, rombongan Pemerintah Kota Padang dan Komisi III DPRD Kota Padang dihadiri wartawan, tengah melakukan pengukuran dan pematokan jalur evakuasi.

Pada sebuah pohon kelapa, di baliknya itu, seorang perempuan mengintip dengan raut penuh tanya ke arah rombongan. Sekitar dua meter dari pohon kelapa tersebut, terlihat sebuah rumah berstiker ”Keluarga Miskin.”

Perempuan yang di balik pohon kelapa ini, berdaster biru. Rambutnya disanggul banyak ditumbuhi uban. Tampaknya, ia telah berusia senja. Tapi, ketika diperhatikan oleh beberapa orang dalam rombongan, perempuan di balik pohon ini, terlihat malu. Ia tanpa sadar menarik wajah, seakan ingin menyurukkan dirinya dari penglihatan orang ramai yang baru dikenalnya, ke balik pohon kelapa dekat rumahnya itu.

Ia bernama Rosna, 60. Oya, dia memang agak risih dan malu ketika bertemu dengan orang baru dikenalnya. Manusiawi hal itu terjadi pada dirinya. Ia minder, karena memiliki tubuh tidak seperti orang lain. Tubuh Rosna, hanya setinggu 70 centimeter. Panjang tangannya sekitar 20 centimeter. Katanya, sejak lahir, tubuhnya sudah kerdil begitu.

Tak lama, muncul seorang perempuan, juga bertubuh kerdil. Ia semula, menyusul Rosna mengintip di balik pohon kelapa. Perempuan yang juga kerdil ini, bernama Yulni. Adik Rosna nomor enam, berusia sekitar 40 tahunan. Kalau Rosna rambutnya disanggul, Yulni berbaju kotak-kotak merah dan bercelana pendek ini, cukup dibiarkan tergerai saja. Rambutnya memang sudah nampak memutih di beberapa bagian. Dan di sekitar ubun, telah mulai rontok. Tinggi Yulni, setara dengan kakak sulungnya, Rosna.

Tiba-tiba, di antara Rosna dan Yulni, hadir seorang laki-laki dari dalam rumah berstiker ”Keluarga Miskin” dengan kondisi tubuh sama kerdilnya dengan Rosna dan Yulni.  ”Nama saya Emi Boy,” katanya ramah memperkenalkan diri. Dibanding Rosna dan Yulni, Emi tampak lebih luwes. Tubuhnya yang kerdil itu, ternyata menyimpan energi mengharukan. Emi, sebagai anak kelima, dengan tubuhnya kerdil, bekerja serabutan, menghidupi kakak dan adiknya. Di dalam rumah yang lantainya rusak berat akibat gempa, Emi memang tulang punggung. Kepadanyalah semua harap tertumpang. Itu dilakoninya sejak kedua orangtuanya meninggal.

Menurut cerita Emi yang bernama asli Dasmi, mereka sebenarnya tujuh bersaudara. Dua di antaranya meninggal dunia, yaitu anak nomor dua dan tiga. Dari tujuh yang dilahirkan ibunya, lima di antaranya bertubuh kerdil. Yang meninggal, juga bertubuh kerdil. Kini, tinggal lima kakak beradik. Dua di antaranya bertubuh normal, yaitu Syafril dan Dasril.

Cuma, kata Emi, Syafril yang tubuhnya normal, hingga saat ini belum bisa bekerja. Kakinya cedera berat tertimpa tembok bangunan ketika gempa. Karena tak ada biaya berobat, makanya pemulihan kaki Syafril terasa lamban. Sedangkan adiknya, Dasril, juga bertubuh normal. Namun, karena sering sakit, ia tidak bekerja.

Yang mereka syukuri, rumah mereka di RT 01/RW 01 Kelurahan Jati Rawang, Kecamatan Padang Timur ini merupakan rumah warisan kedua orangtua mereka. Di rumah warisan ini, mereka yang sama-sama belum menikah ini, hidup bahu membahu. Diakui Emi, tubuh mereka yang kerdil ini, memang sempat membuat mereka kakak beradik menjauhi pergaulan. Rosna misalnya, mengaku merasa minder.
Bertahun-tahun rasa itu mengumban kehidupannya, juga dua adiknya yang bertubuh kerdil. Namun, sejalan dengan waktu, perasaan menutup diri dari lingkungan sekitar itu ia tepis. Ia mulai bisa menghadapi kenyataan apa adanya. Kecuali, kalau bertemu dengan orang baru, mereka kadang masih merasa malu atau rendah diri.  

Syukur, Emi bisa beradaptasi. Sehingga, ia mampu mendapat pekerjaan apa saja, yang penting baginya halal. ”Saya bekerja apa saja, asalkan halal. Setiap bulannya kami mendapatkan bantuan beras raskin dari kelurahan. Saya cuma dikasih satu karung. Tapi biasanya saya minta tambah. Sebab, satu karung itu tak cukup memenuhi kebutuhan keluarga kami,” ungkap Emi apa adanya.

Yang sedikit memedihkan hati Emi dan kakak maupun adiknya, ketika sakit ia tidak bisa berobat. ”Dengan apa dibayar,” katanya. Sebab, ia dan keluarganya tidak memiliki kartu jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) ataupun jaminan kesehatan daerah (Jamkesda). Tentu, jika sakit mendera, terpaksa dibawa tidur saja.

Kedua Orangtua Normal
Diceritakan Rosna bahwa kedua orangtua mereka bertubuh normal. Karena itu, dalam keluarga mereka ada anak yang lahir normal. Rosna mengatakan, waktu ia lahir, dirinya dibungkus selaput ketuban. Untuk mengeluarkan dirinya dari selaput ketuban itu, orangtuanya membuka selaput ketuban itu dengan pisau. Setelah itu barulah dirinya bisa mengerjapkan mata untuk melihat orang-orang di sekelilingnya.

Ia menuturkan, saat adik-adiknya lahir, rata-rata tubuh adik-adiknya hanya seukuran anak kucing. Setelah adik-adiknya lahir, ia hanya bermain dengan adik-adiknya di rumah. ”Kalau dengan adik sendiri, saya tak merasa begitu asing. Sebab, fisik mereka sama dengan saya. Namun, dengan orang normal, saya takut mereka tidak bisa menerima saya dan mungkin bisa dicemooh….” Rosna menceritakan kecemasan hatinya.

Pandangan aneh yang diarahkan pada dirinya, telah terbiasa. Memang, dulunya, apalagi masa kanak-kanak, ia merasa minder dan tak siap dengan pandangan orang. Karena perasaan itu pulalah, ia tidak pernah mengecap pendidikan di bangku sekolah. Namun, yang disyukuri Rosna, dengan tubuhnya yang kerdil ini, belum ada ia mendapat hinaan atau cemoohan dari orang lain.

Terbantu Warisan Keluarga
Uang yang didapat Emi belumlah cukup untuk kehidupan mereka berlima. Untung masih ada sawah warisan orangtua yang bisa digarap, sehingga banyak sedikitnya, bisa menambah-nambah pencarian yang didapat Emi.

Untuk meringankan kebutuhan hidup, mereka menggarap sepetak sawah warisan yang ditinggalkan orangtuanya, yang terdapat di belakang rumahnya. Sawah itu, bergantian atau bergiliran menggarapnya dengan saudara orangtuanya. ”Satu kali panen dari sawah itu saya mendapatkan hasil panen sebanyak 5,5 karung. Namun tak jarang saya hanya mendapatkan 4,5 karung. Saya selalu mensyukuri apa yang telah Allah kasih pada hidup saya. Jika ada tetangga yang kasihan melihat hidup kami, maka mereka berikan zakatnya pada keluarga saya,” ucap Rosna.
Baginya, dalam hidup serba kekurangan ini, dirinya tetap bersyukur pada apa yang telah Allah berikan.”Orangtua selalu berpesan untuk selalu mensyukuri nikmat Allah walau sekecil apa pun. Sebab, dengan rasa syukur itu, kita tidak akan pernah merasakan kekurangan. Saya selalu yakin  pertolongan Allah akan terus datang untuk kelurga kecil kami. Alhamdulillah kami sekeluarga tidak perlu lagi harus bersembunyi. Kami kini sudah bisa membaur dengan masyarakat,” aku Rosna yang diangguki Emi dan Yulni.

Faktor Genetik
Menanggapi tiga kakak beradik kerdil di Jatirawang itu, Dokter Spesialis Kandungan RSUP M Jamil Padang, Putri Sri Lasmini SpOG (k) menyebutkan, kekerdilan pada tubuh manusia disebabkan beberapa faktor, antara lain faktor genetik, kekurangan hormon tiroid dan  hormon pertumbuhan. Untuk kekerdilan yang disebabkan faktor genetik atau gen, ada pembawa sifat dominan dan ada yang tidak dominan.
Jika dua orang yang memiliki sifat pembawa gen menikah, maka besar kemungkinan anak-anak mereka bisa tumbuh menjadi kerdil. Namun jika seseorang pembawa gen kerdil menikah dengan seseorang yang tidak membawa gen kerdil, besar kemungkinan anak yang dilahirkannya akan tumbuh menjadi manusia normal.

”Jika dilihat dari gambaran umum yang terjadi pada keluarga Rosna, besar kemungkinan kekerdilan yang ia alami bersama saudara-saudaranya disebabkan pembawa sifat kerdil dari genetika dari kedua orangtuanya. Sehingga anak-anak yang dilahirkan dari orangtua yang memiliki gen kerdil dominan menjadi kerdil.

”Untuk menghindari agar anak tidak mengalami hal itu, sebaiknya jangan menikah dengan seseorang yang masih berhubungan saudara. Sebab sama-sama memiliki gen pembawa,” ungkap Putri Sri Lasmini.

Jelasnya lagi, kekerdilan yang disebabkan oleh genetik hanya bisa dihindari dengan cara tidak menikah dengan kerabat atau saudara sendiri. Untuk kerkerdilan yang disebabkan oleh kekurangan hormone tiroid dapat dicegah. Saat kehamilan sebetulnya sudah dapat diketahuui seorang perempuan kekurangan hormon tiroid atau tidak. Jika kekurangan hormon itu tentu petugas medis sudah bisa melakukan tindakan medis untuk langkah mengantisipasinya.

”Jika telah dilakukan suntikan penambahan horman, maka anak tidak akan terlahir kerdil. Ibu hamil harus memeriksakan kesehatannya secara rutin. Sehingga diharapkan anak-anaknya akan terlahir secara sempurna,” tuturnya

Kekerdilan, menurut Putri Sri Lasmini, juga bisa disebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan yang dimiliki oleh seseorang. Penyebab kekerdilan lebih disebabkan berkurangnya hormon tiroid. Hormon tiroid merupakan pengendali utama metabolisme dan pertumbuhan. Maka dari itu, kekurangan horman ini bisa menyebabkan kekerdilan pada manusia.

Sebagaimana diakui Rosna, ayah dan ibunya ternyata masih memilki hubungan kekerabatan. ”Ayah dan ibu kami masih ada hubungan kekerabatan. Ibaratnya induk bako pulang ka anak pisang,” ujar Rosna pula.

Senin, 28 Maret 2011